Menelaah Tindak Pidana Perpajakan yang Tercantum jauh didalam Pasal 39 UU KUP

Menelaah Tindak Pidana Perpajakan yang Tercantum jauh didalam Pasal 39 UU KUP Menelaah Tindak Pidana Perpajakan yang Tercantum jauh didalam Pasal 39 UU KUP

Dalam konteks hukum pidana, terdapat kebiadaban yang disebabkan karena kesengajaan. Ini merupakan kemauan menjumpai melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan undang-undang (UU). Hal ini pun berlaku paling dalam tindak pidana perpajakan.

Memang. secara yuridis formal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, tidak ada pasal yang memberikan batasan atau pengertian kesengajaan. Namun, dalam KUHP Belanda Memory Van Toelichting, kesengajaan diartikan sebagai menghendaki dan mengetahui atau willen en wetens.

Dalam konteks tindak pidana perpajakan, seperti diketahui kekejaman akan terjadi dapat disebabkan karena adanya niat (mens rea) pelaku, ialah kealpaan bersama kesengajaan.

Aturan terkait tindak pidana perpajakan berupa kesengajaan, termaktub jauh didalam UU Ketentuan Umum bersama Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Bumi bersama Bangunan (PBB), UU Bea Meterai, serta UU Penagihan Pajak memakai Surat Paksa (PPSP).

Dalam UU KUP sendiri, tindak pidana perpajakan karena sebab kesengajaan, diatur ekstra dalam Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41 ayat (2), Pasal 41A, Pasal 41B, dan Pasal 41C. Ulasan berikut ini, buat membahas tindak pidana perpajakan yang tercantum ekstra dalam UU KUP. Secara spesifik, terkait ketentuan yang tercantum ekstra dalam Pasal 39 UU KUP.

Tindak Pidana Perpajakan, Pengertian, dan Unsur-unsur Pembentuknya

Subjek Tindak Pidana Perpajakan terdalam Pasal 39 UU KUP

Dalam Pasal 39 KUP, tindak pidana perpajakan yang dilakukan demi sebab kesengajaan menyandang subjek "setiap orang". Penjelasan lebih detail mengenai apa yang dimaksud demi "setiap orang", tercantum dalam Pasal 43 UU KUP.

Dalam pasal tersebut, "setiap orang" yang dapat dijatuhi pidana di bidang perpajakan, mencakup wakil, kuasa, pegawai atas wajib pajak, serta atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Bisa disimpulkan, pihak yang dapat dipidana atas perbuatan tindak pidana perpajakan, tidak terbatas dengan wajib pajak yang melakukan pelanggaran, wakil bersama kuasa wajib pajak, pegawai Wajib Pajak, akuntan Publik, konsultan Pajak, atau pihak lain.

Melainkan, terus pihak-pihak yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana perpajakan.

Jenis Tindak Pidana Perpajakan yang Tercantum di dalam Pasal 39 UU KUP

Terkait demi Pasal 39 UU KUP, terdapat sembilan bentuk atau jenis tindak pidana perpajakan yang diatur. Atas sembilan jenis tindakan kekejian ini, sanksi yang dijatuhkan tergolong berat. Ini mengingat, gedenya perananan penerimaan perpajakan bagi negara.

Adapun, kesembilan jenis pelanggaran/kekejaman yang terbersetuju kedalam tindak pidana perpajakan sesuai dengan Pasal 39 UU KUP, adalah bak berikut:

1. Sengaja Tidak Mendaftarkan Diri atau Tidak Melaporkan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai PKP

Dalam Pasal 2 UU KUP, telah disebutkan secara jelas, bahwa setiap wajib pajak bahwa telah memenuhi persyaratan subjektif bersama objektif, wajib mendaftar akan mendapatkan nomor pokok wajib pajak (NPWP), bersama dikukuhkan bak pengkeaktifan kena pajak (PKP).

Syarat subjektif terpenuhi, jika wajib pajak telah memenuhi kriteria subjek pajak terdalam UU Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan, syarat objektif terpenuhi ketika subjek pajak sudah menyandang produseran melebihi produseran tidak kena pajak (PTKP), atau telah memenuhi kriteria, dalam mana pihak terbilang wajib melakuan pemotongan atau pemungutan pajak.

2. Menyalahgunakan atau Menggunakan Tanpa Hak NPWP atau Pengukuhan PKP

Bentuk pelanggaran dalam tindak pidana perpajakan, cacat langka adalah ketika wajib pajak telah dikukuhkan sebagai PKP. Selain itu, wajib pajak menerbitkan faktur pajak tidak sah, atau tidak menampilkan transaksi yang sesungguhnya.

3. Sengaja Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan

Seperti diketahui, setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan akurat, lengkap, dan jelas, serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP daerah wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan, atau daerah lain bahwa ditetapkan akibat Direktur Jenderal Pajak.

Hal ini diatur terdalam Pasal 3 ayat (1) UU KUP. Sehingga, jika wajib pajak, gemar membantu orang pribadi maupun badan, sengaja melanggar ketentuan yang ditetapkan terdalam Pasal 3 UU KUP, maka perbuatan tersebut akan dikategorikan demi tindak pidana perpajakan.

Memahami Sanksi Administrasi dan Pidana kedalam Sistem Perpajakan

4. Sengaja Menyampaikan SPT yang Isinya Tidak Benar atau Tidak Lengkap.

Masih berkaitan bersama Pasal 3 ayat (1) UU KUP, kedalam sistem perpajakan Indonesia, wajib pajak kudu mengisi SPT bersama betul, lengkap, berikut jelas.

Kata "benar" yang dimaksudkan kedalam Pasal 3 ayat (1) UU KUP ini, adalah mencatat setara demi perhitungan yang benar, setara demi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Terbersarang kedalam hal penulisan, serta setara demi kejadian yang sebenarnya.

Sementara, yang dimaksud dengan "lengkap" sama dengan, pengisian SPT dilakukan dengan menyertakan seluruh unsur yang berkaitan dengan objek pajak. Demikian pula unsur-unsur lain, pun layak disampaikan dalam SPT.

Kemudian, kata "jelas" mengacu dengan pelaporan terkait asal-usul atau sumber dengan objek pajak selanjutnya unsur-unsur lain, bahwa patut dikatakan ekstra dalam SPT.

5. Sengaja Menolak Pemeriksaan

Seperti diketahui, DJP memiliki wewenang kepada melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak. Hal ini dilakukan, kepada menguji kepatuhan perpajakan wajib pajak dalam memenuhi ketentuan di bidang perpajakan.

Nah, jika wajib pajak beserta sengaja menolak pemeriksaan yang akan dilakukan oleh DJP, maka wajib pajak tercatat dapat dikenakan sanksi terkait tindak pidana perpajakan.

6. Sengaja Memperlihatkan Pembukuan, Pencatatan atau Dokumen Lain yang Palsu

Dalam Pasal 28 UU KUP, telah secara tegas disebutkan, bahwa wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan keaktifan atau pekerjaan bebas, serta wajib pajak badan yang beroperasi di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.

Pembukuan atau pencatatan bahwa dibuat tercantum, mesti dilakukan bersama memperhatikan iktikad gemar membantu dan mencerminkan kealaman atau aksi upaya bahwa sebenarnya.

Tindak pidana perpajakan, dapat dijatuhkan apabila wajib pajak memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain nan tidak sah atau ditidak sahkan seolah-olah cocok, atau tidak menggambarkan kejadian nan secocoknya.

Ini karena tindakan akan sengaja dilakukan terhormat, menyebabkan kerugian pada negara paling dalam hal penerimaan perpajakan.

7. Wajib Pajak Sengaja Tidak Menyelenggarakan Pembukuan atau Pencatatan dekat Indonesia

Jika wajib pajak sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain, maka bisa dikenakan sanksi pidana, bertara memakai peraturan mengenai tindak pidana perpajakan.

Mencermati Seluk-beluk Tindak Pidana Perpajakan karena Kealpaan

8. Sengaja Tidak Menyimpan Catatan yang Menjadi Dasar Pembukuan

Wajib pajak agak bisa dikenakan sanksi tindak pidana perpajakan, jika dengan sengaja tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang selaku dasar pembukuan atau pencatatan lagi dokumen lain.

Ini terbersarang hasil pengolahan data pada pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan menggunakan aplikasi online.

Sanksi dapat dijatuhkan, karena Pasal 28 ayat (11) secara jelas menyebutkan, bahwa buku, catatan, dengan dokumen yang selaku dasar pembukuan atau pencatatan dengan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data melalui pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 tahun dempet Indonesia.

9. Sengaja Tidak Menyetorkan Pajak nan Telah Dipungut

Seperti diketahui, sistem perpajakan Indonesia menganut sistem withholding tax, yakni skema pemotongan atau pemungutan pajak. Contohnya, pemotongan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.

Jika wajib pajak yang berperan bagai pemotong atau pemungut pajak terhormat, tidak menyetorkan hasilnya kepada negara, maka dapat dijatuhi sanksi berat setara demi peraturan di bidang tindak pidana perpajakan.

Jenis Sanksi Tindak Pidana Perpajakan Berdasarkan Pasal 29 UU KUP

Terkait tindak pidana perpajakan yang tercantum kedalam Pasal 39 UU KUP, sanksi yang dikenakan terdiri dari dua jenis, sama dengan sanksi pidana denda dan sanksi pidana penjara.

Sebagai informasi, sanksi pidana penjara yang dijatuhkan tidak dapat digantikan memakai denda. Begitu pula sebaliknya, karena pemberian sanksi tindak pidana perpajakan ini menggunakan kata "dan", semaka berlaku kumulatif.